Shahadat Sunan Bonang
Perkuatlah dirimu dengan ikhtiyar dan amal perbuatan yang baik dan
bermanfaat bagi sesama. Teguhlah dalam sikap yang tidak mementingkan
dunia. Namun, jangan jadikan pengetahuan ruhani itu sebagai tujuan.
Renungi dalam-dalam dirimu agar niatmu terkabul karena kamu adalah
pancaran kebenaran Ilahi, sehingga jalan terbaiknya adalah tidak
memandang selain Dia.
Jika kamu telah menemukan kesadaran diri, maka tingkatan selanjutnya
adalah dengan menempuh jalan untuk mencapai kesadaran tertinggi. Memang
sangat berat jalan itu, Wujil. Dalam perjalanannya itu kau akan
berhadapan dengan maut dan kau pun akan diikuti oleh sang maut ke mana
kau melangkah. Perjalanan suluk ini adalah dengan melaksanakan syahadat
dacim qacim. Syahadat dacim qacim adalah karunia yang dilimpahkan oleh
Gusti Allah kepada seseorang sehingga ia menyadari dan menyaksikan
dirinya bersatu dengan kehendak sapakarya-Nya. Syahdat ini hanya
diucapkan oleh para Nabi, Wali, dan orang mukmin sejati. Dapat
diumpamakan seperti kesatuan antara tindakan menulis, tulisan, dan
lembaran kertas yang mengandung tulisan itu.
Juga dapat diumpamakan seperti gelas, isinya dan gelas yang isinya
penuh. Bilamana gelas itu bening, maka isinya akan tampak bening,
sedangkan gelasnya tidak kelihatan. Begitu pula hati seorang mukmin,
merupakan tempat kediaman Gusti Allah yang akan memperlihatkan
kehadiran-Nya bilamana hati itu bersih, tulus dan jujur.
Syahadat ini berupa kesaksian tanpa bicara sepatah kata pun dalam
waktu yang lama, sambil mengamati gerak-gerik jasmaninya dalam
menyampaikan isyarat kebenaran akan adanya Gusti Allah.
Garam jatuh ke lautan dan lenyap, tetapi tidak dapat dikatakan
menjadi laut. Pun tidak hilang ke dalam alam suwung dan kekosongan.
Demikian pula apabila manusia mencapai keadaan melarut dalam keilahian
itu tidak lantas terserap dalam Wujud Sang Maha Kuasa. Yang lenyap
sebenarnya adalah kesadaran akan keberadaan atau kewujudan jasmaninya
saja.
Jika kamu mampu menguasai dan mencapai ilmu rahasia tertinggi itu,
maka kau pun akan mencapai kesadaran fana’ ruh idafi, yaitu keadaan
dapat melihat peralihan atau pertukaran segala bentuk lahir dan kejadian
lahir. Di dalamnya, akan tumbuh kesadaran batin untuk menyempurnakan
penglihatannya tentang Gusti Allah sebagai Yang Kekal dan Yang Tunggal.
Pendek kata, dalam fana’ ruh idafi itu, seseorang sepenuhnya akan
menyaksikan kebenaran hakiki sebagaimana emas yang mencair dan hilang
kemuliaannya. Namun, emas tidak terus menjadi hilang. Ia akan tetap
disebut emas. Di dalam Al Qur’an disebutkan bahwa segala sesuatu akan
binasa, kecuali Wajah-Nya.
Puncak ilmu yang sempurna itu dapat diibaratkan seperti api berkobar.
Hanya bara dan nyalanya, hanya kilatan cahaya, hanya asapnya saja
kelihatan. Ketahuilah bahwa wujud sebelum api menyala dan sesudah api
padam itu karena serba diliputi rahasia.
Jangan tinggikan diri melampaui ukuran. Berlindunglah semata kepada
Gusti Allah. Ketahuilah, Wujil, bahwa rumah sebenarnya dari badan ini
adalah ruh. Jangan bertanya, jangan memuja nabi dan wali-wali, jangan
pula mengaku Gusti. Jangan mengira tidak ada padahal ada.
Sebaiknya, diam saja. Jangan sampai digoncang oleh kebingungan
pencapaian sempurna. Keadaan ini dapat diibaratkan seperti seorang suami
yang sedang saresmi dengan istrinya. Mereka berdua tenggelam dalam
kenikmatan yang melenakan. Hanyut dalam susana berahi.
Ardian Kresna, Sabdo Palon dan Noyo Genggong : Dua Manusia Abadi
Penunggu Bumi Jawa, (Jogjakarta : Diva Press, 2012), hal. 254-257