Cerita sunan bonang tentang kisah tapa brata arjuna

Cerita sunan bonang tentang kisah tapa brata arjuna
Alhamdulillah segala puji bagi Allah tuhan semesta alam. Alhamdulillah kami berjumpa lagi dengan para sahabat dan saudara{dholor}santri cyber dalam saat-saat yang insyaallah penuh barokah dan limpahan sakeng Allah Swt. Dalam pertemuan kali ini kami insyaallah akan menceritakan tentang kisah tapa bratanya arjuna. Kali ini sumbernya berdasarkan dari sunan bonang rokhimahullahu ta’ala, wana fa ana bihii, wabi uluumihii fid-dharoini. Aamiin.

Empu Kanwa menuturkan bahwa ketika dunia mengalami kekacauan akibat perbuatan perbuatan raja raksasa yang bernawa Niwatawakaca. Dewa-dewa bersidang dan memilih Arjuna sebagai kesatrian yang pantas dijadikan pahlawan menentang keserakahan dan ketamakan Niwatakawaca hingga bumi menjadi gonjang ganjing.
Batara guru turun ke dunia menjelma seorang pendeta tua dan menemui Arjuna yang baru saja selesai melanjutkan tapabrata di Gunung Indrakila sehingga mencapai kelepasan Mati Sakjroning Urip atau moksa. Di dalam wejangannya, Batara Guru berkata kepada Arjuna, “Sesungguhnya jika kau renungkan baik-baik, hidup di dunia ini serupa dengan permainan belaka. Hidup di dunia ini serupa dengan permainan sandiwara. Orang yang mencari kesenangan, kebahagiaan, namun sering kali hanya kesengsaraanlah yang diperolehnya. Memang sangat sukar memanfaatkan lima indra yang kita miliki ini. Manusia senantiasa tergoda oleh kegiatan indranya dan akibatnya justru menjadi susah. Manusia tidak akan mengenal diri pribadinya jika dibutakan oleh kekuasaan, hawa nafsu dan kesenangan duniawi yang diwujudkan pada harta, tahta dan perempuan. Seperti orang melihat pertunjukan wayang, ia ditimpa perasaan sedih dan menangis tersedu-sedu. Itulah sikap orang yang tidak dewasa jiwanya. Ia tahu benar bahwa wayang hanya merupakan sehelai kulit yang diukir, yang digerak-gerakkan oleh dalang dan dibuat seperti berbicara. Inilah kiasan bagi seorang yang terikat pada kesenangan duniawi”. Betapa besar bodohnya.

Selanjutnya, Batara Guru berkata, “Demikianlah Arjuna! Sebenarnya dunia ini adalah maya dan bayang-bayang saja. Semua ini sebenarnya dunia peri dan mambang, dunia bayang-bayang! Kau harus mampu melihat Yang Satu di balik alam maya yang dipenuhi bayang-bayang ini”.

Arjuan pun akhirnya menjadi mengerti. Kemudian ia bersujud di hadapan Yang Maha Esa, menyerahkan diri, diam dalam hening. Baru setelah mengheningkan cipta atau tafakkur ia merasakan kehadiran Yang Tunggal dalam batinnya.

Arjuna kemudia berucap, “Sang Batara memancar ke dalam segala sesuatu. Menjadi hakikat seluruh ada yang sukar dijangkau karena bersemayam di dalam ada dan tiada. Di dalam yang besar dan yang kecil, yang baik dan yang jahat. Ia penyebab alam semesta, pencipta, dan pemusnah. Sang sangkan paraning dumadi yang menciptakan asal-usul jagat raya ini. Bersifat ada dan tiada, lahir dan batin, mewujud dan gaib.

Ardian Kresna, Sabdo Palon dan Noyo Genggong : Dua Manusia Abadi Penunggu Bumi Jawa, (Jogjakarta : Diva Press, 2012), hal. 252-254






Google +